ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TYPOID ABDOMINALIS
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Masalah yang
timbul di masyarakat dewasa ini semakin kompleks, hal ini bisa dilihat dari keadaan lingkungan yang masih kurang
memadai standar kesehatan masyarakat ataupun keluarga yang hygiene sanitasinya
buruk. Keadaan ini akan mempermudah timbulnya atau menularnya suatu penyakit
terutama yang penularannya melalui pencemaran dengan perantaraan makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi dengan kuman yaitu penyakit Thypus
Abdominalis (Zaidin Ali, 2002). Demam Thypoid dan demam Parathypoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus. Demam Parathypoid
biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau
menyebabkan enteritis akut.
Sebagaimana kita ketahui dinegara yang sedang berkembang
seperti di Indonesia, angka kejadian pada anak yang mengalamai penyakit tropis
cukup tinggi. Hal ini di tunjang oleh kelembaban daerah tropis yang cukup
tinggi serta masyarakat yang heterogen dalam tingkat sosial ekonomi, maupun
pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih relatif rendah.
Penyakit tropis ini umumnya merupakan penyakit infeksi yang mudah menular. Usia
bayi dan balita merupakan usia yang rentan untuk menderita suatu infeksi.
Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang masih
belum matang, sehingga anak mudah menderita dan tertular penyakit tropis
seperti demam Thypoid. Penanganan
terhadap kejadian demam yang kurang cepat adalah salah satu faktor penyebab
meningkatnya kematian anak dengan demam Thypoid.
Demam yang telah tinggi pada anak akan menyebabkan anak dehidrasi, dan
menyebabkan shock hipovolemik,
sehingga penanganan demam perlu dilakukan sedini mungkin.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. DEFINISI
Kata
Thypus berasal dari bahasa Latin
“tifus”, yaitu istilah yang mencakup berbagai penyakit menular yang umumnya
disertai dengan gangguan kesadaran (Hendra T. Laksman, 2003).
Typhoid dan para Thypus
Abdominalis merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi secara akut pada
usus halus (Sjaifoellah Noer, 2004).
Typhoid dan Paratyfhoid
Fever adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali di selaput lendir
usus dan jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh
(Jan Tambayong, 2000).
Sinonim
dari Typhoid dan Parathypus Abdominalis, yaitu demam tifoid dan demam paratifoid,
enteric fever, typhus dan paratyphus abdominalis (Arief Mansjoer, 2002).
B.
ETIOLOGI
Etiologi
Thifus abdominalis adalah Salmonella typhi. Sedangkan Parathifus Abdominalis disebabkan oleh
organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella
enteritidis, yaitu Salmonella
enteritidis bioserotipe paratyphi A, salmonella enteritidis bioserotipe
paratyphi B, salmonella. Enteritidis bioserotipe paratyphi C. Kuman-kuman
ini lebih dikenal dengan nama Salmonella
paratyphi A, Salmonella schottmuelleri dan Salmonella hirschfeldii (Arief Mansjoer, 2002).
Dalam
refrensi lain disebutkan bahwa etiologi typhoid
dan paratyphid fever adalah kuman
genus Salmonella yang dibagi atas 3
golongan, yaitu:
a. Salmonella typhosa, Salmonella paratyphi A, B (schottmulleri) dan C (hirschfeldii).
b. Salmonella
thypimurium, Salmonella choleraesius dan Salmonella enteridis.
c. Salmonella
yang hanya patogen untuk binatang (Sutisna Himawan, 1979).
C.
ANATOMI DAN
FISIOLOGI
1.
Anatomi
Organ-organ yang
termasuk dalam saluran pencernaan antara lain:
1)
Mulut
Mulut
adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian
luar yang sempit atau vestibula yaitu
ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi dan bagian dalam, yaitu rongga mulut
yang dibatasi sisinya oleh tulang maxilaris,
palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring. Atap mulut dibentuk oleh palatum
terdiri dari dua bagian yaitu palatum
durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah
depan tulang maxilaris dan lebih
kebelakang terdiri dari dua tulang palatum. Palatum mole (palatum lunak) terletak di
belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas
jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Sedangkan lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang hioid, digaris tengah sebuah lipatan
membran mukosa (prenulum linguas)
menyambung lidah dengan lantai mulut.
2)
Faring
Merupakan
organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Faring terletak
dibelakang hidung, mulut dan laring,
faring merupakan saluran berbentuk kerucut dan bahan membran berotot (muskulo membranosa) dengan bagian
terlebar disebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebrata servikalis ke IV, yaitu
ketinggian tulang rawan krekoid,
tempat faring bersambung dengan esofagus. Panjang faring kira-kira 7 cm dan dibagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan gendang
telinga. Pada bagian media disebut orofaring,
bagian ini terbatas depan sampai diakar lidah, sedangkan bagian anterior
disebut laringofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring.
3)
Esophagus
Merupakan
saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari
faring sampai pintu masuk kardiak
dibawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar adalah lapisan selaput
lendir, lapisan submukosa, lapisan
otot melingkar sirkular dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esophagus terletak dibelakang trachea dan didepan tulang punggung
setelah melalui thorax menembus diafragma masuk kedalam abdomen menyambung
dengan lambung.
4)
Gaster
Merupakan
bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terletak terutama
didaerah epigastrik dan sebagian
sebelah kiri daerah hipokondria dan umbilical.
Lambung
terdiri dari bagian atas, yaitu fundus
ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurpatura minor. Susunan
lapisan lambung dari dalam keluar terdiri dari, lapisan selaput lendir, lapisan
otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, lapisan jaringan
ikat atau serosa.
5)
Usus
halus
Usus
adalah tabung yang panjangnya kira-kira sekitar 2,5 meter. Usus halus memanjang
dari lambung sampai katup ileokolika
tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak didaerah umbiculus dan
dikelilingi oleh usus dalam beberapa bagian, yaitu:
Duodenum, merupakan
bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda
dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas, salauran empedu dan saluran pankreas masuk kedalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika atau ampula fateri. Yeyenum, menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus dengan
panjang kurang lebih 2,3 meter dari ileum.
Ilium dan Yeyenum melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum
yang berbentuk kipas, dikenal sebagai mesentrium.
Dinding usus halus terdiri atas empat lapisan yang sama dengan lambung, dinding
luar adalah membran serosa yaitu peritoneum
yang membalut usus dengan erat. Dinding lapisan berotot terdiri atas dua
lapisan serabut longitudinal dan dibawah ini ada lapisan tebal terdiri atas
serabut sirkular. Fungsi usus halus adalah menerima zat-zat makanan yang sudah
dicerna untuk dsierap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limpe.
6)
Usus
besar
Panjangnya
± 1,5 meter, sambungan dari usus halus, mulai dari katup ileokolik atau ileosekal
yaitu tempat sisa makanan lewat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari
makanan, tempat tinggal bakteri coli dan tempat faeses. Lapisan usus besar
tediri dari 4 lapis dari dalam keluar adalah selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang dan jaringan ikat.
7)
Rektum
Rektum
adalah terletak di bawah kolon sigmoid
yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.
8)
Anus
Anus
adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia
luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh tiga
spinter:
(a) Spinter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
(b) Spinter Lepator Ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
(c) Spinter Ani Externus, bekerja menurut kehendak.
2.
Fisiologi
Proses
pencernaan merupakan suatu proses biokimiawi didalam tubuh bertujuan mengolah
makanan yang dimakan menjadi zat-zat yang mudah diserap oleh selaput lendir
membran mukosa usus halus. Agar proses biokimiawi dapat berjalan dengan lancar
serta optimal maka diperlukan enzim-enzim pencernaan yang dapat mengadakan
kontak dengan makanan yang dimakan. Selama dalam proses pencernaan, makanan
dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel
jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena kerja berbagai
enzim yang terkandung didalam berbagai cairan pencernaan.
D.
PATOFISIOLOGI
Salmonella. typhi masuk tubuh manusia melalui makanan
dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum
terminalis yang hipertrofi. Bila
terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal, kuman menembus lamina
propia, masuk aliran limfe
mencapai kelenjar limfe mesenterial,
dan masuk aliran darah melalui duktus
torasikus. Salmonella typhi lain
dapat mencapai hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin Salmonella typhi berperan dalam
proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. Salmonella typhi dan endoktoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen
dan leukosit pada jaringan yang
meradang, sehingga terjadi demam (Arif mansjoer, 2002).
E. TANDA DAN GEJALA
Masa
tunas demam tifoid berlangsung 10-14
hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja
antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke
waktu. Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umunya, yaitu (Sjaifollah Noer, 1996):
1) Demam
2) Nyeri kepala
3) Pusing
4) Nyeri otot
5) Anoreksia
6) Mual
7) Muntah
8) Obstipasi atau diare
9) Perasaan tidak enak di perut
10) Batuk, dan
11) Epistaksis
Pada minggu ke dua gejala-gejala
menjadi lebih jelas, berupa:
1) Demam
2) Bradikardia
3) Lidah merah dan tremor
4) Hepatomegali
5) Splenomegali
6) Meteroismus
7) Gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium atau psikosis.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk
mendiagnosis penyakit Thypus Abdominalis,
kita dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:
1.
Pemeriksaan
leukosit
Pada
kebanyakan kasus Thypus Abdominalis,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada dalam batas-batas normal,
malahan kadang-kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna
untuk diagnosis Thypus Abdominalis.
2.
Pemeriksaan
Serum Glutamik Oksalo Asetat Transaminasi (SGOT) dan SGPT
SGOT
dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya Thypus Abdominalis. Kenaikan SGOT dan
SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3.
Biakan
darah
Biakan
darah positif memastikan Thypus
Abdominalis, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan Thypus Abdominalis. Hal ini disebabkan
karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain:
a)
Teknik
pemeriksaan laboratorium
Hasil
pemeriksaan satu laboratorium dengan laboratorium yang lain berbeda, malahan
hasil satu laboratorium bisa berbeda dari waktu kewaktu. Hal ini disebabkan
karena perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
b)
pemeriksaan
selama perjalanan penyakit
Hasil
biakan positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu kedua.
c)
Vaksinasi
di masa lampau
Vaksinasi
menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi bisa menekan bakterimia,
hingga biakan darah mungkin negatif.
d) Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila
pasien sebelum biakan darah sudah diberikan obat antimikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
·
Uji
widal
Uji
widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
terdapat dalam serum pasien Thypus
Abdominalis, juga pada orang yang pernah ketularan Salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap Thypus Abdominalis. Maksud uji widal
adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka
menderita typoid fever.
Antigen infeksi oleh Salmonella typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:
1)
Aglutinin
O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2)
Aglutinin
H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
3)
Aglutinin
Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin
O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi
Thypus Abdominalis dapat dibagi dalam
beberapa bagian, antara lain:
1. Komplikasi intestinal
1)
Perdarahan
usus
2)
Perforasi
usus
3)
Ileus
paralitik.
2. Komplikasi ekstraintestinal
1)
Komplikasi
kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2)
Komplikasi
darah: anemia hemolitik, trombositopenia
dan atau koagulasi intravaskular
diseminata dan sindrom uremia
hemolitik.
3)
Komplikasi
paru: pneumonia, empiema dan pleuritis
4)
Komplikasi
hepar dan kandung kemih: hepatitis
dan kolelitiasis.
5)
Komplikasi
ginjal: glomerulonefritis pielonefritis dan perinefritis.
6)
Komplikasi
tulang: osteomielitis, periostitis,
spondilitis dan artritis.
7)
Komplikasi
neuropsikiatrik: delirium, meningismus,
meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.
H. PENATALAKSANAAN
Sampai
saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a.
Pemberian
antibiotik; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat
digunakan:
1)
Kloramfenikol;
dosis hari pertama 4 X 250 mg, hari kedua 4 X 500 mg, diberikan selama demam
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 X
250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di RSUP
persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan
suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru jenis kuinolon.
2)
Ampisilin/amoksilin;
dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.
3)
Kotrimoksazol;
2 X 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-80 mgtrimetoprim,
diberikan selama dua minggu pula.
4)
Sefalosporin
generasi II dan III. Di subagian penyakit tropik dan infeksi FKUI-RSCM,
pemberian sefalosporin berhasil mengatasi Thypus
Abdominalis dengan baik. Demam pada umumnya mengalami mereda pada hari ke-3
atau menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
a) Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari
b) Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama
14 hari
c) Sifrofloksasin 2 X 500 mg/hari
selama 6 hari
d) Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari
e) Pefloksasin 400 mg/hari selama 7
hari
f) Fleroksasin 400 mg/hari selama 7
hari.
b. Istrahat dan perawatan professional;
bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat
tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
c. Diet dan terapi penunjang
(simtomatis dan suportif).
Pertama pasien diberi
diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian
makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dan aman.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
2.
Keluhan Utama
pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual
dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid,
apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
4.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam,
anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi),
nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran
berupa somnolen sampai koma.
5.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah
menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.
6.
Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap
psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat
menerima pada apa yang dideritanya.
7.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1)
Pola pesepsi dan tatalaksana
kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3)
Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4)
Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5)
Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6)
Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
7)
Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8)
Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
9)
Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
10)
Pola hubungan interpersonil
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
11)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
8.
Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2)
Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3)
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4)
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5)
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh
6)
Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7)
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8)
Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
9)
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10)
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan/bedrest.
4.
Gangguan keseimbangan cairan
(kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(diare/muntah).
C. INTERVENSI
1)
Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
Turgor kulit membaik
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
Turgor kulit membaik
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang
peningkatan suhu tubuh
2.
Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan
menyerap keringat
3.
Batasi pengunjung
4.
Observasi TTV tiap 4 jam sekali
5.
Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum 2,5 liter / 24 jam±
6.
Memberikan kompres dingin
7.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx
antibiotik dan antipiretik
|
1.
agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari
peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
2.
untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian
tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
3.
agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan
tidak terasa panas.
4.
tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien
5.
peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
6.
untuk membantu menurunkan suhu tubuh
7.
antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik
untuk menurangi panas.
|
2)
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
2.
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat
makanan/nutrisi.
3.
Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
4.
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung
banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan
saat masih hangat.
5.
Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
6.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida
dan nutrisi parenteral.
|
1.
untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi
sehingga motivasi untuk makan meningkat.
2.
untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat
badan.
3.
untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah
ditelan.
4.
untuk menghindari mual dan muntah.
5.
antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang. |
3)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan/bed rest
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan
mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
2.
Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan,
minum).
3.
Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
4.
Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah
demam hilang.
|
1.
agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya
mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
2.
untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
3.
untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
4.
untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya
dekubitus.
|
4)
Gangguan keseimbangan cairan
(kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan
(diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Berikan penjelasan tentang
pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
2.
Observasi pemasukan dan
pengeluaran cairan.
3.
Anjurkan pasien untuk banyak
minum 2,5 liter / 24 jam.±
4.
Observasi kelancaran tetesan
infuse.
5.
Kolaborasi dengan dokter
untuk terapi cairan (oral / parenteral).
|
1.
untuk mempermudah pemberian
cairan (minum) pada pasien
2.
untuk mengetahui keseimbangan
cairan.
3.
untuk pemenuhan kebutuhan
cairan.
4.
untuk pemenuhan kebutuhan
cairan dan mencegah adanya odema
5.
untuk pemenuhan kebutuhan
cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa penyakit Typhoid merupakan penyakit yang terjadi pada saluran
pencernaan atau usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii. Penyakit ini
dapat ditularkan melalui makanan, kuku, lalat, feses, mulut, atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.
Pemeriksaan penunjang biasanya dapat
dilakukan dengan pemeriksaan leukosit, pemeriksaan SGOT dan SGPT, biakan darah,
dan uji widal.
DAFTAR PUSTAKA
Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Hidayat, A.A. ( 2008 ). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda