Jumat, 28 November 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TYPOID ABDOMINALIS



BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG                                                                                            
Masalah yang timbul di masyarakat dewasa ini semakin kompleks,  hal ini bisa dilihat dari keadaan lingkungan yang masih kurang memadai standar kesehatan masyarakat ataupun keluarga yang hygiene sanitasinya buruk. Keadaan ini akan mempermudah timbulnya atau menularnya suatu penyakit terutama yang penularannya melalui pencemaran dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dengan kuman yaitu penyakit Thypus Abdominalis (Zaidin Ali, 2002). Demam Thypoid dan demam Parathypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Demam Parathypoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut.
          Sebagaimana kita ketahui dinegara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadian pada anak yang mengalamai penyakit tropis cukup tinggi. Hal ini di tunjang oleh kelembaban daerah tropis yang cukup tinggi serta masyarakat yang heterogen dalam tingkat sosial ekonomi, maupun pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih relatif rendah. Penyakit tropis ini umumnya merupakan penyakit infeksi yang mudah menular. Usia bayi dan balita merupakan usia yang rentan untuk menderita suatu infeksi.
          Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang masih belum matang, sehingga anak mudah menderita dan tertular penyakit tropis seperti demam Thypoid. Penanganan terhadap kejadian demam yang kurang cepat adalah salah satu faktor penyebab meningkatnya kematian anak dengan demam Thypoid. Demam yang telah tinggi pada anak akan menyebabkan anak dehidrasi, dan menyebabkan shock hipovolemik, sehingga penanganan demam perlu dilakukan sedini mungkin.

BAB II
LANDASAN TEORI

   A.    DEFINISI
Kata Thypus berasal dari bahasa Latin “tifus”, yaitu istilah yang mencakup berbagai penyakit menular yang umumnya disertai dengan gangguan kesadaran (Hendra T. Laksman, 2003).
Typhoid dan para Thypus Abdominalis merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi secara akut pada usus halus (Sjaifoellah Noer, 2004).
Typhoid dan Paratyfhoid Fever adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali di selaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Jan Tambayong, 2000).
Sinonim dari Typhoid dan Parathypus Abdominalis, yaitu demam tifoid dan demam paratifoid, enteric fever, typhus dan paratyphus abdominalis (Arief Mansjoer, 2002).
   B.     ETIOLOGI
Etiologi Thifus abdominalis adalah Salmonella typhi. Sedangkan Parathifus Abdominalis disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella enteritidis, yaitu Salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi A, salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi B, salmonella. Enteritidis bioserotipe paratyphi C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama Salmonella paratyphi A, Salmonella schottmuelleri dan Salmonella hirschfeldii (Arief Mansjoer, 2002).


Dalam refrensi lain disebutkan bahwa etiologi typhoid dan paratyphid fever adalah kuman genus Salmonella yang dibagi atas 3 golongan, yaitu:
a.    Salmonella typhosa, Salmonella paratyphi A, B (schottmulleri) dan C (hirschfeldii).
b.     Salmonella thypimurium, Salmonella choleraesius dan Salmonella enteridis.
c.    Salmonella yang hanya patogen untuk binatang (Sutisna Himawan, 1979).

    C.    ANATOMI  DAN FISIOLOGI
1.         Anatomi
Organ-organ yang termasuk dalam saluran pencernaan antara lain:
1)        Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maxilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring. Atap mulut dibentuk oleh palatum terdiri dari dua bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maxilaris dan lebih kebelakang terdiri dari dua tulang palatum.  Palatum mole (palatum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. Sedangkan lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang hioid, digaris tengah sebuah lipatan membran mukosa (prenulum linguas) menyambung lidah dengan lantai mulut.


2)        Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Faring terletak dibelakang hidung, mulut dan laring, faring merupakan saluran berbentuk kerucut dan bahan membran berotot (muskulo membranosa) dengan bagian terlebar disebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebrata servikalis ke IV, yaitu ketinggian tulang rawan krekoid, tempat faring bersambung dengan esofagus. Panjang faring kira-kira 7 cm dan dibagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan gendang telinga. Pada bagian media disebut orofaring, bagian ini terbatas depan sampai diakar lidah, sedangkan bagian anterior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3)        Esophagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar adalah lapisan selaput lendir, lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkular dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esophagus terletak dibelakang trachea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorax menembus diafragma masuk kedalam abdomen menyambung dengan lambung.
4)        Gaster
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terletak terutama didaerah epigastrik dan sebagian sebelah kiri daerah hipokondria dan umbilical.
Lambung terdiri dari bagian atas, yaitu fundus ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurpatura minor. Susunan lapisan lambung dari dalam keluar terdiri dari, lapisan selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, lapisan jaringan ikat atau serosa.
5)        Usus halus
Usus adalah tabung yang panjangnya kira-kira sekitar 2,5 meter. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileokolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak didaerah umbiculus dan dikelilingi oleh usus dalam beberapa bagian, yaitu:
Duodenum, merupakan  bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas, salauran empedu dan saluran pankreas masuk kedalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika atau ampula fateri. Yeyenum, menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus dengan panjang kurang lebih 2,3 meter dari ileum.
Ilium dan Yeyenum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas, dikenal sebagai mesentrium. Dinding usus halus terdiri atas empat lapisan yang sama dengan lambung, dinding luar adalah membran serosa yaitu peritoneum yang membalut usus dengan erat. Dinding lapisan berotot terdiri atas dua lapisan serabut longitudinal dan dibawah ini ada lapisan tebal terdiri atas serabut sirkular. Fungsi usus halus adalah menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk dsierap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limpe.

6)        Usus besar
Panjangnya ± 1,5 meter, sambungan dari usus halus, mulai dari katup ileokolik atau ileosekal yaitu tempat sisa makanan lewat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri coli dan tempat faeses. Lapisan usus besar tediri dari 4 lapis dari dalam keluar adalah selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan jaringan ikat.

7)        Rektum
Rektum adalah terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.
8)        Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh tiga spinter:
(a)      Spinter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
(b)     Spinter Lepator Ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
(c)      Spinter Ani Externus, bekerja menurut kehendak.

2.         Fisiologi
Proses pencernaan merupakan suatu proses biokimiawi didalam tubuh bertujuan mengolah makanan yang dimakan menjadi zat-zat yang mudah diserap oleh selaput lendir membran mukosa usus halus. Agar proses biokimiawi dapat berjalan dengan lancar serta optimal maka diperlukan enzim-enzim pencernaan yang dapat mengadakan kontak dengan makanan yang dimakan. Selama dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung didalam berbagai cairan pencernaan.

    D.    PATOFISIOLOGI
Salmonella. typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella typhi lain dapat mencapai hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin Salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. Salmonella typhi dan endoktoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam (Arif mansjoer, 2002).

    E.     TANDA DAN GEJALA
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umunya, yaitu (Sjaifollah Noer, 1996):

1)      Demam
2)      Nyeri kepala
3)      Pusing
4)      Nyeri otot
5)      Anoreksia
6)      Mual
7)      Muntah
8)      Obstipasi atau diare
9)      Perasaan tidak enak di perut
10)  Batuk, dan
11)  Epistaksis
                 Pada minggu ke dua gejala-gejala menjadi lebih jelas, berupa:
1)      Demam
2)      Bradikardia
3)      Lidah merah dan tremor
4)      Hepatomegali
5)      Splenomegali
6)      Meteroismus
7)      Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis.






     F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mendiagnosis penyakit Thypus Abdominalis, kita dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:
1.         Pemeriksaan leukosit
Pada kebanyakan kasus Thypus Abdominalis, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis Thypus Abdominalis.
2.         Pemeriksaan Serum Glutamik Oksalo Asetat Transaminasi (SGOT) dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya Thypus Abdominalis. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3.         Biakan darah
Biakan darah positif memastikan Thypus Abdominalis, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan Thypus Abdominalis. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain:
a)        Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium dengan laboratorium yang lain berbeda, malahan hasil satu laboratorium bisa berbeda dari waktu kewaktu. Hal ini disebabkan karena perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
b)        pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Hasil biakan positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu kedua.
c)        Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi bisa menekan bakterimia, hingga biakan darah mungkin negatif.
d)       Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila pasien sebelum biakan darah sudah diberikan obat antimikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

·           Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien Thypus Abdominalis, juga pada orang yang pernah ketularan Salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap Thypus Abdominalis. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita typoid fever.
Antigen infeksi oleh Salmonella typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:
1)        Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2)        Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
3)        Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis.

    G.    KOMPLIKASI
Komplikasi Thypus Abdominalis dapat dibagi dalam beberapa bagian, antara lain:
1.      Komplikasi intestinal
1)        Perdarahan usus
2)        Perforasi usus
3)        Ileus paralitik.
2.      Komplikasi ekstraintestinal
1)        Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2)        Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3)        Komplikasi paru: pneumonia, empiema dan pleuritis
4)        Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5)        Komplikasi ginjal: glomerulonefritis pielonefritis dan perinefritis.
6)        Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7)        Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.

    H.    PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a.          Pemberian antibiotik; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan:
1)        Kloramfenikol; dosis hari pertama 4 X 250 mg, hari kedua 4 X 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 X 250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di RSUP persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru jenis kuinolon.
2)        Ampisilin/amoksilin; dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.
3)        Kotrimoksazol; 2 X 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-80 mgtrimetoprim, diberikan selama dua minggu pula.
4)        Sefalosporin generasi II dan III. Di subagian penyakit tropik dan infeksi FKUI-RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi Thypus Abdominalis dengan baik. Demam pada umumnya mengalami mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
a)    Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari
b)   Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari
c)    Sifrofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari
d)   Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari
e)    Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
f)    Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
b.    Istrahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
c.    Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dan aman.




































ASUHAN KEPERAWATAN


    A.    PENGKAJIAN

1.      Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
      
2.      Keluhan Utama
pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.

3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.

4.      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

5.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.

6.      Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.


7.       Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1)        Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2)         Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3)         Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4)         Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5)         Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6)         Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
7)         Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8)         Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
9)         Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
10)     Pola hubungan interpersonil
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
11)     Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

8.      Pemeriksaan Fisik
                                                                                                          
1)      Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2)      Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3)      Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4)       Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5)       Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh
6)       Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7)       Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8)       Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
9)       Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10)   Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.


     B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4.      Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).


     C.    INTERVENSI

1)      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
                        Turgor kulit membaik


INTERVENSI
RASIONAL
1.      Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
2.      Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
3.      Batasi pengunjung
4.      Observasi TTV tiap 4 jam sekali
5.      Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum  2,5 liter / 24 jam± 
6.      Memberikan kompres dingin
7.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik
1.      agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
2.      untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
3.      agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
4.      tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
5.      peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
6.      untuk membantu menurunkan suhu tubuh
7.      antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.




2)       Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat
                        - Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang  
diberikan


INTERVENSI
RASIONAL
2.      Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
3.      Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
4.      Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
5.      Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
6.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
1.      untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
2.      untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
3.      untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
4.      untuk menghindari mual dan muntah.
5.      antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.



3)       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
2.      Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
3.      Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
4.      Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
1.      agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
2.      untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
3.      untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
4.      untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

4)      Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
2.      Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
3.      Anjurkan pasien untuk banyak minum  2,5 liter / 24 jam.±
4.      Observasi kelancaran tetesan infuse.
5.      Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
1.      untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien
2.      untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3.      untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
4.      untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odema
5.      untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).



























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Typhoid merupakan penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan atau usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, kuku, lalat, feses, mulut, atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.      
            Pemeriksaan penunjang biasanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan leukosit, pemeriksaan SGOT dan SGPT, biakan darah, dan uji widal.







DAFTAR PUSTAKA

Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Hidayat, A.A. ( 2008 ). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda